Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Jumat, 23 Juli 2010

PERAN PROFESIONALISME GURU DALAM
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH

Harsoyo Purnomo


I. PENDAHULUAN

Sudah bukan rahasia lagi, dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat mendukung kesimpulan itu. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, dan rata-rata hasil ujian akhir sekolah masih berkisar antara 5 dan 7.

Nilai rata-rata ujian akhir nasional tahun pelajaran 2008/2009 jurusan IPA:
tingkat nasional = 7,65; tingkat propinsi: DKI = 7,20; DIY = 7,59; dan Jateng = 7,40. Sementara untuk jurusan IPS: tingkat nasional = 7,00; tingkat propinsi: DKI = 7,02; DIY = 7,11; dan Jateng = 6,95.

Hasil survei TIMSS (Trends in International Mathematics and Sciences Stu-dy) 2003, di bawah payung IEA (International Association for Evaluation of Educational Achievement), menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 untuk bidang ma-tematika, dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains, dari 45 negara yang disurvei.

Banyak faktor yang dianggap menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia, antara lain adalah rendahnya kualitas SDM guru (profesionalisme guru), di samping belum optimalnya sistem pendidikan, manajemen pendidikan, anggaran pendidikan, faktor murid, faktor sarana-prasarana, dan interaksi di anatara faktor-faktor tersebut.

Produktivitas merupakan rasio antara input (masukan) dan out put (keluaran) yang diperoleh. Masukan dapat berupa biaya produksi, peralatan dan lainnya sedang-kan keluaran dapat berupa barang, uang atau jasa. Jika diterapkan pada pendidikan maka produktivitas merupakan hasil segala upaya sekolah yang berupa kualitas pendidikan. Namun, pengertian keluaran atau produk dalam pendidikan (sekolah) ini, cenderung ditekankan pada kualitas lulusan.
Jadi, di sini ada mekanisme hubungan antara: input—transformasi—output. Input berupa bahan mentah yaitu calon siswa, transformasi merupakan “mesin” pe-ngubah bahan mentah menjadi bahan jadi, yaitu sekolah itu sendiri. Sementara out-put adalah produk yang berupa lulusan sekolah.

Peningkatan produktivitas sekolah merupakan upaya peningkatan kualitas produksi, yaitu kualitas lulusan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi di bidang pendidikan adalah meniadakan atau meminimalkan penyebab rendahnya mutu pendidikan seperti tertera di atas.
Uraian dalam tulisan ini akan dibatasi hanya pada profesionalisme guru dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas sekolah.


II. PRODUKTIVITAS SEKOLAH

Ada beberapa pengertian tentang produktivitas, antara lain sebagai berikut.
  1. Produktivitas merupakan rasio antara input (masukan) dan output (keluaran) yang diperoleh.
  2. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.
  3. Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan jika mungkin yang maksimal.
  4. Konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas.
  5. Produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan kefek- tifan kerja secara total.
  6. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam mempro- duksi barang-barang atau jasa-jasa.

Produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: pengetahuan, kecakapan, kemampuan, sikap, dan perilaku para pekerja yang ada di dalam organisasi, sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya. Jika diimplentasikan pada bidang pendidikan, maka produktivitas merupakan produk segala upaya sekolah yang berupa kuantitas dan kualitas siswa, serta kualitas penyelenggaraan pendidikan. Namun, pada umumnya lebih ditekankan pada kualitas lulusan (Martono 2007).

Dengan demikian, produktivitas di bidang pendidikan / sekolah menyangkut upaya pening-katan produksi. Sebagai sarana untuk meningkatkan produksi di bidang pendidikan adalah SDM; keahlian; strategi, pendekatan, metode pembelajaran; kurikulum; peralatan atau sarana prasarana pendidikan sebagai sistem pendidikan. Produktivitas yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa menuju ke arah yang lebih baik.

Ada beberapa prinsip untuk meningkatkan produktivitas, dan merupakan cara atau stra-tegi dalam pencapaiannya yaitu:

  1. mempercepat produk, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pendidikan adalah peningkatan proses pencapaian tujuan pembelajaran;
  2. mendapatkan posisi yang tepat, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pendidikan yaitu dengan menempatkan guru sesuai dengan bidang studi yang melatarbelakangi pendi-dikannya;
  3. jangan menambah kapasitas yang telah ada, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pen-didikan adalah memaksakan kerja kepada guru di luar kemampuannya;
  4. gunakan informasi yang akurat untuk mengukur kerja.

Salah satu unsur yang menentukan produktivitas sekolah adalah SDM guru (profesionalisme guru), di samping kepemimpinan kepala sekolah, sarana-prasarana, siswa dan unsur penunjang lainnya.


III. PROFESI PROFESIONAL DAN PROFESIONALISME GURU


A. PROFESI

Profesi adalah kelompok lapangan kerja khusus yang membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Pemanfaatan keterampilan dan keahlian yang tinggi dengan cara yang benar hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan ilmu dan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, dan lingkungan hidupnya, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Gilley and Eggland (1989, dikutip oleh Karsidi, 2005) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, di mana keahlian dan pengalaman pelakunya diper-lukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi tiga aspek yaitu:

  1. ilmu pengetahuan tertentu;
  2. aplikasi kemampuan / kecakapan, dan
  3. berkaitan dengan kepentingan umum

Aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru. Ada tiga ciri utama, dan tiga ciri tambahan profesi.
Tiga ciri utama meliputi:

  1. sebuah profesi menyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi,
  2. pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signfikan;
  3. tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.

Tiga ciri tambahannya adalah:

  1. adanya proses lisensi atau sertifikaksi,
  2. adanya organisasi, dan
  3. adanya otonomi dalam pekerjaannya.


B. PROFESIONAL

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, adalah kompetensi profesional, di samping kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompe tensi sosial. Seorang profesional adalah seorang yang memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan di samping itu ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) dalam melaksanakan kegiatan kerja.


Kompetensi inti guru (kompetensi profesional) meliputi:

  1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendu kung mata pelajaran yang diampu.
  2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengem-bangan yang diampu.
  3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
  4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melaku- kan tindakan reflektif.
  5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunika- si dan mengembangkan diri.

Sementara guru yang profesional juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Memiliki komitmen pada siswa dalam proses pembelajaran.
  2. Menguasai secara mendalam bahan ajar dan cara mengajarkannya.
  3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi.
  4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukan dan belajar dari pengalaman.
  5. Merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profe- sinya.

Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci ke-berhasilan bagi proses pembelajaran di sekolah itu. Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran (Suyanto 2007).

Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Ciri-ciri guru yang efektif menurut Davis, Margaret dan Thomas (dikutip oleh Suyanto, 2007) paling tidak ada empat kelompok besar, yaitu:

  1. memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas,
  2. kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran,
  3. memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan pengu- atan,
  4. memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.

Profesionalisme guru menekankan pada penguasaan ilmu, pengetahuan, keterampilan, kompe-tensi, keahlian tinggi, dan kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Untuk mencapai tingkat profesional dan memenuhi persyaratan seperti tertera di atas, guru harus memiliki cukup waktu dan cukup konsentrasi, tidak dibebani oleh banyak persoalan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai guru.


C. PROFESIONALISME GURU

Menurut Wignjosoebroto (1999, dikutip oleh Arifin, 2008) profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan tertentu dalam masyarakat berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan—serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut—dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang telah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan. Secara singkat profesionalisme dapat diartikan sebagai paham / sifat / ciri-ciri keprofesi- onalan.

Wignjosoebroto (1999, dikutip oleh Arifin, 2008) menjabarkan profesio- nalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian ”jasa profesi” (dan bukan okupasi) yaitu:

  1. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegak-nya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karena itu tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah material,
  2. bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkua-litas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan / atau pelatihan yang panjang, eks-klusif dan berat,
  3. bahwa kerja seorang profesional—diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral—harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelom pok sosial berke-ahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjualbelikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.

Pekerjaan guru yang membutuhkan disiplin ilmu sesuai dengan bidangnya, pengetahuan, keterampilan, kompetensi—pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial—serta keahlian tinggi yang diperoleh melalui pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan di samping adanya unsur semangat pengabdian (panggilan profesi), layak untuk disebut sebagai profesi pendidikan dan pengajaran. Paham, sifat atau ciri keprofesionalan guru itu lah yang disebut profesionalisme guru.

Professionalisme guru harus didukung oleh rasa tanggung jawab yang tinggi atas peker-jaannya, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun kepada bangsa dan negara, lembaga, serta organisasi profesi. Selain itu, guru harus mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru. Profesionalisme guru juga perlu didukung oleh suatu kode etik profesi yang ber-fungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan.

Profesionalisme guru dapat ditingkatkan degan memenuhi kriteria atau memanfaatkan fasilitas yang ada, antara lain sebagai berikut.


1. Jenjang Pendidikan / Kualifikasi Akademik

Pemerintah telah berupaya meningkatkan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar di tingkat taman kanak-kanak (TK), tingkat pendidikan dasar dan mene-ngah, bahkan sampai tingkat pendidikan tinggi.

Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, menyatakan: Pendidik harus memiliki kualifikasi aka-demik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimak-sud adalah, minimal S-1 atau D-4.

Pasal 66 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru menyebutkan bahwa: dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Peme-rintah ini, guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik apabila sudah: mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru; atau mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.

Dengan adanya persyaratan seperti tertera di atas, yaitu dengan jenjang pendidikan yang memadai, akan sangat membantu bagi guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.


2. Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Sertifikasi guru dapat dilaksanakan melalui pendidikan profesi. Namun, yang dilakukan se-karang baru melalui penilaian portofolio; meskipun masih ada pro-kontra terhadap pelaksana-annya, terutama yang berkaitan dengan penggunaan portofolio. Ada yang berpendapat bahwa sertifikasi dengan portofolio, hanya sekedar pengumpulan dokumen saja, sehingga masih ada keraguan terhadap profesionalisme guru yang sudah bersertifikat.


3. Perkembangan Teknologi Pembelajaran

Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan, peman-faatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar. Teknologi pembe-lajaran yang terus berkembang, dengan didukung tersedianya multi media, menuntut guru untuk menguasainya. Dengan demikian, profesionalisme guru juga akan meningkat.


4. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Diklat yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi, terutama dengan bidang ilmu yang sesuai akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan profesionalisme guru. Diklat dapat dise-lenggarakan misalnya melalui PKG, KKG, dan MGMP. Melalui PKG, KKG, dan MGMP me-mungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan permasalahan yang di-hadapi dalam kegiatan pembelajarannya. Atau melalui program SKM (Sekolah Kriteria Mandiri), yang didanai oleh pemerintah. Apabila program ini dilaksanakan dengan benar, maka akan sangat bermanfaat bagi peningkatan profesionalisme guru.


5. Minat dan Motivasi

Minat dan motivasi memiliki peran yang positif dalam peningkatan profesionalisme guru. Saat ini banyak guru yang atas kesadaran sendiri, biaya sendiri, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bermodal kualifikasi akademik, pendidikan dan latihan, prestasi akademik yang pernah diperolehnya, serta unsur penunjang lainnya guru akan terdorong untuk terus meningkatkan profesionalismenya.


6. Kemajuan Bidang Teknologi Informasi


Mudahnya mengakses internet, baik atas fsasilitas sekolah maupun milik sendiri, me-mungkinkan para guru untuk memperoleh informasi terkini, sebagai sumber atau bahan pem-belajaran. Namun, kemajuan di bidang teknologi informasi ini juga merupakan tantangan bagi guru, agar lebih aktif dan kreatif, sebab murid juga dapat memanfaatkan teknologi ini. Jangan sampai guru justru ketinggalan informasi oleh murid-muridnya. Memiliki fasilitas internet di rumah, ibarat memiliki perpustakaan sendiri.


IV. PROFESIONALISME GURU DAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH


Salah satu unsur transformasi yang merupakan “mesin” pengubah bahan mentah menjadi bahan jadi, yaitu sekolah itu sendiri, adalah guru (guru yang profesional). Guru yang professional dan efektif, akan mampu melaksanakan pembelajaran dengan strategi, pendekatan, dan metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkannya. Dengan demikian, guru yang profesional akan mampu meningkatkan mutu pembelajaran, dengan menum- buhkan minat, dan keaktifan belajar siswa.

Minat merupakan salah satu faktor utama untuk meraih sukses dalam belajar. Hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa kurangnya minat belajar dapat mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu, bahkan dapat melahirkan sikap penolakan kepada guru. Salah satu penyebab utama kegagalan belajar para siswa adalah kurangnya minat bela-jar. (Slameto 1995).

Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap keaktifan belajar. Siswa yang berminat terhadap mata pelajaran tertentu akan mempelajari mata pelajaran tersebut dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran, dan bahkan dapat menemukan kesulitan–kesulitan dalam belajar, menyelesaikan soal-soal latihan karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari mata pelajaran tersebut. Siswa akan mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Minat berhubungan erat dengan motivasi. Moti-vasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat, sehingga tepatlah jika minat meru-pakan alat motivasi. Proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa, di mana siswa tidak lagi ditempatkan pada posisi pasif sebagai penerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berpikir, mencari, mengolah, menganalisis, menyintesis, menyimpulkan, dan memecahkan permasalahan. Pada pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif, kecenderungan untuk dapat mengingat mencapai 70%—90% (Sheal 1989).

Mutu pembelajaran yang baik, akan meningkatkan prestasi belajar siswa, dan prestasi be-lajar siswa akan menentukan kualitas lulusan. Seperti telah dinyatakan di atas, bahwa pro-duktivitas sekolah lebih menekankan kualitas lulusan. Dengan demikian, guru dengan ciri-ciri kepro fesionalannya (profesionalisme) dapat meningkatkan produktivitas sekolah.


V. KESIMPULAN


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa produktivitas sekolah dapat di-tingkatkan antara lain dengan meningkatkan profesionalisme guru. Semakin banyak guru yang memiliki ciri-ciri keprofesionalan, akan semakin tinggi pula produktivitas suatu sekolah.


DAFTAR PUSTAKA


Arifin PS. 2008. Etika profesi. http://www.losdiy.or.id/artikel/makalah/ Losdiyetika%20profesi pdf

Hasan AM. 2003. Pengembangan profesionalisme guru di abad penge- tahuan. http: //re-searchengines.com/amhasan.html

Karsidi R. 2005. Profesionalisme guru dan peningkatan mutu pendidikan di era otonomi daerah. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Dewan Pendidikan Kabupaten Wonogiri tanggal 23 Juli 2005. http://www. uns.ac.id/data/0023.pdf.

Martono, T. 2007. Kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, budaya organisasi sekolah, pengaruhnya terhadap produktivitas sekolah. Pidato Pengukuhan Guru Besar FKIP UNS Surakarta. http://pustaka.uns.ac.id

Slameto. 1998. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara Pustaka. Jakarta

Suyanto. 2007. Guru yang professional dan efektif. http://www. Ipmpdki.web.id/ Artikel-Pendidikan/ Guru-yang profesional-dan-efektif.html.