Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 27 September 2012


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BIOLOGI SMA BERKARAKTER

Kelas / Semester : X / I
Mata Pelajaran : Biologi
Pertemuan ke- : 1—3

STANDAR KOMPETENSI
Siswa mampu merencanakan, melaksanakan, serta mengomunikasikan hasil penelitian ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah yang sistematis untuk memecah-kan permasalahan dalam bidang biologi.

KOMPETENSI DASAR
Merencanakan, melaksanakan, dan menyusun laporan hasil penelitian (eksperimen) ilmiah di bidang biologi.

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI
1. Menerapkan langkah-langkah (setiap langkah) metode ilmiah penelitian, secara sistematis dalam perencanaan penelitian;
2. Membuat contoh model penelitian (eksperimen) dalam bidang biologi, dan melaksanakannya dengan benar.
3. Melakukan analisis,sintesis,interpretasi, dan menarik kesimpulan terhadap hasil eksperimen dan menyajikannya dalam bentuk laporan.

TUJUAN
Melalui penyampaian informasi dan diskusi, siswa:
1. memiliki kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, dan melaksanakan penelitian ilmiah di bidang biologi sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah.
2. memiliki kemampuan dan keterampilan membuat contoh model penelitian (eksperimen) dan melaksanakannya dengan benar.
3. memiliki kemampuan dan keterampilan menganalisis, menyintesis, menginterpretasi, dan menyimpulkan hasil eksperimen, serta mengomunikasikan hasil penelitian, baik secara verbal maupun non verbal.

KARAKTER YANG DAPAT DIBENTUK
1. Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
2. Rasa ingin tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
3. Kerjasama: saling mendukung, dan membantu (gotong royong) dalam menyelesaikan tugas bersama untuk mencapai tujuan bersama, sesuai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang sudah disepakati.

MATERI AJAR
Metode Ilmiah
Metode ilmiah (penelitian) adalah kerangka berpikir mantiki yang terjabarkan menjadi sejumlah langkah yang gayut dengan hakikat masalah yang akan dicari pemecahannya. Langkah-langkah metode ilmiah penelitian (eksperimen) adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi, pemilihan, dan perumusan masalah
2. Telaah pustaka;
3. Penyusunan hipotesis
4. Pengujian hipotesis;
5. Penarikan kesimpulan;
6. Penyusunan laporan

ALOKASI WAKTU
Waktu yang dibutuhkan untuk pencapaian kompetensi dasar, berdasarkan beban belajar adalah 3 x 45’

METODE PEMBELAJARAN
Metode yang digunakan adalah metode diskusi dalam collaborative learning group, yaitu dengan membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa. Setiap kelompok diberi tugas untuk dibahas bersama. Tugas yang diberikan kemudian harus diselesaikan dapat dalam bentuk makalah atau catatan singkat, untuk kemudian didiskusikan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. penyampaian informasi secara lisan;
2. penugasan;
3. diskusi dan presentasi.
Media yang digunakan adalah power point.

KEGIATAN PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan (Kegiatan Awal)
a. Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
b. Membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan: apakah kalian pernah membaca laporan penelitian (eksperimen) dengan tema biologi?, apakah laporan tersebut disusun berdasarkan metode ilmiah?, bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian (eksperimen) tersebut?
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti dilakukan dengan pembelajaran aktif. Guru menyampaikan informasi materi, dilanjutkan dengan diskusi yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

a. Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi guru:
1) melibatkan siswa untuk mencari informasi yang luas dengan pemberian tugas membaca laporan penelitian (eksperimen), baik dari media cetak maupun media elektronika (internet) kemudian mendiskusikannya untuk membuat model metode ilmiah penelitian dengan topik yang tepat, dan langkah-langkah yang sesuai.
2) memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa dalam kelompoknya, dan antar siswa antar kelompok, serta antara siswa dengan guru, dalam diskusi.

b. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
1) memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir, menganalisis, dan menyelesaikan masalah, serta memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
2) memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri, dengan penugasan;
3) memfasilitasi siswa dalam pembelajaran aktif, kooperatif dan kolaboratif;
4) memfasilitasi siswa untuk membuat laporan baik secara lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
5) memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.

c. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
1) memberikan umpan balik positif, dan penguatan;
2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi, dan elaborasi;
3) memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar dari kegiatan yang telah dilakukan.

PENUTUP
Dalam kegiatan penutup, guru:
a. bersama-sama dengan siswa dan / atau sendiri membuat rangkuman / kesimpulan materi ajar yang telah diberikan;
b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan;
c. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas individual.

PENILAIAN HASIL BELAJAR
Penilaian dilakukan dengan penilaian autentik dalam bentuk tugas (proyek) membuat model penelitian ilmiah.

SUMBER BELAJAR

Anonim. 2003. Kurikulum 2004 SMA pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian mata pelajaran biologi. Depdiknas Ditjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Botkin, D.B., and E.A. Keller. 2005. Environmental science earth as a living planet. 5th ed. USA John Wiley & Sons, Inc.

Christensen, L.B. 1985. Experimental methodology. 3rd ed. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Purnomo, H. 2009a. Metode penulisan karya ilmiah. http://www.harso-purnomo. blogspot.com

------. 2009b. Penilaian pembelajaran. Buku ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) sertifikasi guru dalam jabatan. Semarang: Panitia Sertifi-kasi Guru Rayon 39 IKIP PGRI Semarang.

------.2009c. Penulisan referensi dan bibliografi. http://www.harso-purnomo.blog- spot. Com

Jumat, 23 Juli 2010

PERAN PROFESIONALISME GURU DALAM
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH

Harsoyo Purnomo


I. PENDAHULUAN

Sudah bukan rahasia lagi, dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih rendah. Cukup banyak bukti yang dapat mendukung kesimpulan itu. Rata-rata hasil ujian akhir nasional, dan rata-rata hasil ujian akhir sekolah masih berkisar antara 5 dan 7.

Nilai rata-rata ujian akhir nasional tahun pelajaran 2008/2009 jurusan IPA:
tingkat nasional = 7,65; tingkat propinsi: DKI = 7,20; DIY = 7,59; dan Jateng = 7,40. Sementara untuk jurusan IPS: tingkat nasional = 7,00; tingkat propinsi: DKI = 7,02; DIY = 7,11; dan Jateng = 6,95.

Hasil survei TIMSS (Trends in International Mathematics and Sciences Stu-dy) 2003, di bawah payung IEA (International Association for Evaluation of Educational Achievement), menempatkan Indonesia pada posisi ke-34 untuk bidang ma-tematika, dan pada posisi ke-36 untuk bidang sains, dari 45 negara yang disurvei.

Banyak faktor yang dianggap menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan Indonesia, antara lain adalah rendahnya kualitas SDM guru (profesionalisme guru), di samping belum optimalnya sistem pendidikan, manajemen pendidikan, anggaran pendidikan, faktor murid, faktor sarana-prasarana, dan interaksi di anatara faktor-faktor tersebut.

Produktivitas merupakan rasio antara input (masukan) dan out put (keluaran) yang diperoleh. Masukan dapat berupa biaya produksi, peralatan dan lainnya sedang-kan keluaran dapat berupa barang, uang atau jasa. Jika diterapkan pada pendidikan maka produktivitas merupakan hasil segala upaya sekolah yang berupa kualitas pendidikan. Namun, pengertian keluaran atau produk dalam pendidikan (sekolah) ini, cenderung ditekankan pada kualitas lulusan.
Jadi, di sini ada mekanisme hubungan antara: input—transformasi—output. Input berupa bahan mentah yaitu calon siswa, transformasi merupakan “mesin” pe-ngubah bahan mentah menjadi bahan jadi, yaitu sekolah itu sendiri. Sementara out-put adalah produk yang berupa lulusan sekolah.

Peningkatan produktivitas sekolah merupakan upaya peningkatan kualitas produksi, yaitu kualitas lulusan. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi di bidang pendidikan adalah meniadakan atau meminimalkan penyebab rendahnya mutu pendidikan seperti tertera di atas.
Uraian dalam tulisan ini akan dibatasi hanya pada profesionalisme guru dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas sekolah.


II. PRODUKTIVITAS SEKOLAH

Ada beberapa pengertian tentang produktivitas, antara lain sebagai berikut.
  1. Produktivitas merupakan rasio antara input (masukan) dan output (keluaran) yang diperoleh.
  2. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari suatu pekerjaan karyawan dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.
  3. Kemampuan memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan jika mungkin yang maksimal.
  4. Konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas.
  5. Produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan kefek- tifan kerja secara total.
  6. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam mempro- duksi barang-barang atau jasa-jasa.

Produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor: pengetahuan, kecakapan, kemampuan, sikap, dan perilaku para pekerja yang ada di dalam organisasi, sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya. Jika diimplentasikan pada bidang pendidikan, maka produktivitas merupakan produk segala upaya sekolah yang berupa kuantitas dan kualitas siswa, serta kualitas penyelenggaraan pendidikan. Namun, pada umumnya lebih ditekankan pada kualitas lulusan (Martono 2007).

Dengan demikian, produktivitas di bidang pendidikan / sekolah menyangkut upaya pening-katan produksi. Sebagai sarana untuk meningkatkan produksi di bidang pendidikan adalah SDM; keahlian; strategi, pendekatan, metode pembelajaran; kurikulum; peralatan atau sarana prasarana pendidikan sebagai sistem pendidikan. Produktivitas yang diharapkan adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan perilaku siswa menuju ke arah yang lebih baik.

Ada beberapa prinsip untuk meningkatkan produktivitas, dan merupakan cara atau stra-tegi dalam pencapaiannya yaitu:

  1. mempercepat produk, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pendidikan adalah peningkatan proses pencapaian tujuan pembelajaran;
  2. mendapatkan posisi yang tepat, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pendidikan yaitu dengan menempatkan guru sesuai dengan bidang studi yang melatarbelakangi pendi-dikannya;
  3. jangan menambah kapasitas yang telah ada, yang dapat diimplikasikan dalam dunia pen-didikan adalah memaksakan kerja kepada guru di luar kemampuannya;
  4. gunakan informasi yang akurat untuk mengukur kerja.

Salah satu unsur yang menentukan produktivitas sekolah adalah SDM guru (profesionalisme guru), di samping kepemimpinan kepala sekolah, sarana-prasarana, siswa dan unsur penunjang lainnya.


III. PROFESI PROFESIONAL DAN PROFESIONALISME GURU


A. PROFESI

Profesi adalah kelompok lapangan kerja khusus yang membutuhkan keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan manusia. Pemanfaatan keterampilan dan keahlian yang tinggi dengan cara yang benar hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan ilmu dan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, dan lingkungan hidupnya, serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.

Gilley and Eggland (1989, dikutip oleh Karsidi, 2005) mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, di mana keahlian dan pengalaman pelakunya diper-lukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi tiga aspek yaitu:

  1. ilmu pengetahuan tertentu;
  2. aplikasi kemampuan / kecakapan, dan
  3. berkaitan dengan kepentingan umum

Aspek yang terkandung dalam profesi tersebut juga merupakan standar pengukuran profesi guru. Ada tiga ciri utama, dan tiga ciri tambahan profesi.
Tiga ciri utama meliputi:

  1. sebuah profesi menyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi,
  2. pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signfikan;
  3. tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.

Tiga ciri tambahannya adalah:

  1. adanya proses lisensi atau sertifikaksi,
  2. adanya organisasi, dan
  3. adanya otonomi dalam pekerjaannya.


B. PROFESIONAL

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, adalah kompetensi profesional, di samping kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompe tensi sosial. Seorang profesional adalah seorang yang memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan di samping itu ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) dalam melaksanakan kegiatan kerja.


Kompetensi inti guru (kompetensi profesional) meliputi:

  1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendu kung mata pelajaran yang diampu.
  2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/ bidang pengem-bangan yang diampu.
  3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
  4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melaku- kan tindakan reflektif.
  5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunika- si dan mengembangkan diri.

Sementara guru yang profesional juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

  1. Memiliki komitmen pada siswa dalam proses pembelajaran.
  2. Menguasai secara mendalam bahan ajar dan cara mengajarkannya.
  3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi.
  4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukan dan belajar dari pengalaman.
  5. Merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profe- sinya.

Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci ke-berhasilan bagi proses pembelajaran di sekolah itu. Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran (Suyanto 2007).

Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Ciri-ciri guru yang efektif menurut Davis, Margaret dan Thomas (dikutip oleh Suyanto, 2007) paling tidak ada empat kelompok besar, yaitu:

  1. memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas,
  2. kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran,
  3. memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan pengu- atan,
  4. memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri.

Profesionalisme guru menekankan pada penguasaan ilmu, pengetahuan, keterampilan, kompe-tensi, keahlian tinggi, dan kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Untuk mencapai tingkat profesional dan memenuhi persyaratan seperti tertera di atas, guru harus memiliki cukup waktu dan cukup konsentrasi, tidak dibebani oleh banyak persoalan di luar tugas pokok dan fungsinya sebagai guru.


C. PROFESIONALISME GURU

Menurut Wignjosoebroto (1999, dikutip oleh Arifin, 2008) profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan tertentu dalam masyarakat berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan—serta ikrar untuk menerima panggilan tersebut—dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang telah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan. Secara singkat profesionalisme dapat diartikan sebagai paham / sifat / ciri-ciri keprofesi- onalan.

Wignjosoebroto (1999, dikutip oleh Arifin, 2008) menjabarkan profesio- nalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian ”jasa profesi” (dan bukan okupasi) yaitu:

  1. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegak-nya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karena itu tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah material,
  2. bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkua-litas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan / atau pelatihan yang panjang, eks-klusif dan berat,
  3. bahwa kerja seorang profesional—diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral—harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelom pok sosial berke-ahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjualbelikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.

Pekerjaan guru yang membutuhkan disiplin ilmu sesuai dengan bidangnya, pengetahuan, keterampilan, kompetensi—pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial—serta keahlian tinggi yang diperoleh melalui pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan di samping adanya unsur semangat pengabdian (panggilan profesi), layak untuk disebut sebagai profesi pendidikan dan pengajaran. Paham, sifat atau ciri keprofesionalan guru itu lah yang disebut profesionalisme guru.

Professionalisme guru harus didukung oleh rasa tanggung jawab yang tinggi atas peker-jaannya, baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, maupun kepada bangsa dan negara, lembaga, serta organisasi profesi. Selain itu, guru harus mengembangkan rasa kesejawatan yang tinggi dengan sesama guru. Profesionalisme guru juga perlu didukung oleh suatu kode etik profesi yang ber-fungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan.

Profesionalisme guru dapat ditingkatkan degan memenuhi kriteria atau memanfaatkan fasilitas yang ada, antara lain sebagai berikut.


1. Jenjang Pendidikan / Kualifikasi Akademik

Pemerintah telah berupaya meningkatkan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar di tingkat taman kanak-kanak (TK), tingkat pendidikan dasar dan mene-ngah, bahkan sampai tingkat pendidikan tinggi.

Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, menyatakan: Pendidik harus memiliki kualifikasi aka-demik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimak-sud adalah, minimal S-1 atau D-4.

Pasal 66 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru menyebutkan bahwa: dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Peme-rintah ini, guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV, dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik apabila sudah: mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru; atau mempunyai golongan IV/a, atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.

Dengan adanya persyaratan seperti tertera di atas, yaitu dengan jenjang pendidikan yang memadai, akan sangat membantu bagi guru yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya.


2. Sertifikasi Guru dalam Jabatan

Sertifikasi guru dapat dilaksanakan melalui pendidikan profesi. Namun, yang dilakukan se-karang baru melalui penilaian portofolio; meskipun masih ada pro-kontra terhadap pelaksana-annya, terutama yang berkaitan dengan penggunaan portofolio. Ada yang berpendapat bahwa sertifikasi dengan portofolio, hanya sekedar pengumpulan dokumen saja, sehingga masih ada keraguan terhadap profesionalisme guru yang sudah bersertifikat.


3. Perkembangan Teknologi Pembelajaran

Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan, peman-faatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar. Teknologi pembe-lajaran yang terus berkembang, dengan didukung tersedianya multi media, menuntut guru untuk menguasainya. Dengan demikian, profesionalisme guru juga akan meningkat.


4. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Diklat yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi, terutama dengan bidang ilmu yang sesuai akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan profesionalisme guru. Diklat dapat dise-lenggarakan misalnya melalui PKG, KKG, dan MGMP. Melalui PKG, KKG, dan MGMP me-mungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan permasalahan yang di-hadapi dalam kegiatan pembelajarannya. Atau melalui program SKM (Sekolah Kriteria Mandiri), yang didanai oleh pemerintah. Apabila program ini dilaksanakan dengan benar, maka akan sangat bermanfaat bagi peningkatan profesionalisme guru.


5. Minat dan Motivasi

Minat dan motivasi memiliki peran yang positif dalam peningkatan profesionalisme guru. Saat ini banyak guru yang atas kesadaran sendiri, biaya sendiri, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bermodal kualifikasi akademik, pendidikan dan latihan, prestasi akademik yang pernah diperolehnya, serta unsur penunjang lainnya guru akan terdorong untuk terus meningkatkan profesionalismenya.


6. Kemajuan Bidang Teknologi Informasi


Mudahnya mengakses internet, baik atas fsasilitas sekolah maupun milik sendiri, me-mungkinkan para guru untuk memperoleh informasi terkini, sebagai sumber atau bahan pem-belajaran. Namun, kemajuan di bidang teknologi informasi ini juga merupakan tantangan bagi guru, agar lebih aktif dan kreatif, sebab murid juga dapat memanfaatkan teknologi ini. Jangan sampai guru justru ketinggalan informasi oleh murid-muridnya. Memiliki fasilitas internet di rumah, ibarat memiliki perpustakaan sendiri.


IV. PROFESIONALISME GURU DAN PRODUKTIVITAS SEKOLAH


Salah satu unsur transformasi yang merupakan “mesin” pengubah bahan mentah menjadi bahan jadi, yaitu sekolah itu sendiri, adalah guru (guru yang profesional). Guru yang professional dan efektif, akan mampu melaksanakan pembelajaran dengan strategi, pendekatan, dan metode yang tepat sesuai dengan pokok bahasan yang akan diajarkannya. Dengan demikian, guru yang profesional akan mampu meningkatkan mutu pembelajaran, dengan menum- buhkan minat, dan keaktifan belajar siswa.

Minat merupakan salah satu faktor utama untuk meraih sukses dalam belajar. Hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa kurangnya minat belajar dapat mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu, bahkan dapat melahirkan sikap penolakan kepada guru. Salah satu penyebab utama kegagalan belajar para siswa adalah kurangnya minat bela-jar. (Slameto 1995).

Minat memiliki pengaruh yang besar terhadap keaktifan belajar. Siswa yang berminat terhadap mata pelajaran tertentu akan mempelajari mata pelajaran tersebut dengan sungguh-sungguh seperti rajin belajar, merasa senang mengikuti penyajian pelajaran, dan bahkan dapat menemukan kesulitan–kesulitan dalam belajar, menyelesaikan soal-soal latihan karena adanya daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari mata pelajaran tersebut. Siswa akan mudah menghafal pelajaran yang menarik minatnya. Minat berhubungan erat dengan motivasi. Moti-vasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat, sehingga tepatlah jika minat meru-pakan alat motivasi. Proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa, di mana siswa tidak lagi ditempatkan pada posisi pasif sebagai penerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru, tetapi sebagai subjek yang aktif melakukan proses berpikir, mencari, mengolah, menganalisis, menyintesis, menyimpulkan, dan memecahkan permasalahan. Pada pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif, kecenderungan untuk dapat mengingat mencapai 70%—90% (Sheal 1989).

Mutu pembelajaran yang baik, akan meningkatkan prestasi belajar siswa, dan prestasi be-lajar siswa akan menentukan kualitas lulusan. Seperti telah dinyatakan di atas, bahwa pro-duktivitas sekolah lebih menekankan kualitas lulusan. Dengan demikian, guru dengan ciri-ciri kepro fesionalannya (profesionalisme) dapat meningkatkan produktivitas sekolah.


V. KESIMPULAN


Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa produktivitas sekolah dapat di-tingkatkan antara lain dengan meningkatkan profesionalisme guru. Semakin banyak guru yang memiliki ciri-ciri keprofesionalan, akan semakin tinggi pula produktivitas suatu sekolah.


DAFTAR PUSTAKA


Arifin PS. 2008. Etika profesi. http://www.losdiy.or.id/artikel/makalah/ Losdiyetika%20profesi pdf

Hasan AM. 2003. Pengembangan profesionalisme guru di abad penge- tahuan. http: //re-searchengines.com/amhasan.html

Karsidi R. 2005. Profesionalisme guru dan peningkatan mutu pendidikan di era otonomi daerah. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Dewan Pendidikan Kabupaten Wonogiri tanggal 23 Juli 2005. http://www. uns.ac.id/data/0023.pdf.

Martono, T. 2007. Kepemimpinan kepala sekolah, kinerja guru, budaya organisasi sekolah, pengaruhnya terhadap produktivitas sekolah. Pidato Pengukuhan Guru Besar FKIP UNS Surakarta. http://pustaka.uns.ac.id

Slameto. 1998. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara Pustaka. Jakarta

Suyanto. 2007. Guru yang professional dan efektif. http://www. Ipmpdki.web.id/ Artikel-Pendidikan/ Guru-yang profesional-dan-efektif.html.


Minggu, 20 Desember 2009

PENULISAN ARTIKEL UNTUK JURNAL ILMIAH

Harsoyo Purnomo



I. PENDAHULUAN

Artikel ilmiah adalah karya tulis lengkap yang dimuat dalam jurnal ilmiah, atau majalah ilmiah. Jurnal ilmiah adalah berkala ilmiah yang dikeluarkan oleh lembaga atau organisasi profesi akademik, yang memuat karya ilmiah hasil penelitian. Oleh karena itu, jurnal ilmiah bersifat spesifik dari batang / cabang ilmu tertentu.
Artikel dalam jurnal ilmiah umumnya terdiri dari 2.000 sampai 10.000 kata, yang harus ditulis satu demi satu. Akan sulit dibayangkan kata yang terakhir, jika penulis sedang me-mikirkan kata yang pertama. Demikian juga, sulit untuk mengingat kata yang pertama jika penulis sedang menulis kesimpulan. Jelasnya, untuk menulis artikel yang baik, tahap demi tahap—dari judul sampai daftar pustaka—diperlukan konsentrasi penuh dari penulis.
Mersasakan beban pekerjaan ini, kadang-kadang timbul rasa kecil hati, sehingga hampir tidak mungkin menuliskan kata yang pertama. Kesulitan juga timbul bagi calon penulis, untuk menjawab pertanyaan: apa yang akan saya tulis?, dari mana memulainya?, dan bagaimana caranya?. Artikel yang baik setidaknya mengandung tiga unsur, yaitu logika ilmu yang tepat, bahasa yang jelas dan tepat, serta gaya khusus yang dipersyaratkan oleh jurnal, di mana artikel akan dikirim.
Setiap jurnal pada umumnya memiliki gaya selingkung yang merupakan salah satu penciri kepribadian dan jati diri suatu berkala. Gaya selingkung jurnal yang satu berbeda dengan gaya selingkung jurnal yang lain. Gaya selingkung umumnya dinyatakan dalam lembar gaya, atau diinformasikan melalui petunjuk bagi penulis. Oleh karena itu, penulis yang ingin mema- sukkan artikel ilmiahnya ke suatu jurnal tertentu, harus mengikuti gaya selingkung jurnal yang bersangkutan, jika berharap artikelnya dapat dimuat.
Penulisan Artikel untuk Jurnal Ilmiah ini penulis susun dalam rangka membantu para pemula yang akan memulai menulis artikel untuk jurnal ilmiah.


II. STRUKTUR ARTIKEL ILMIAH

Kebanyakan artikel dalam jurnal ilmiah terbagi dalam delapan bagian utana yaitu: (i) judul; (ii) baris kepemilikan (iii) abstrak; (iv) pendahuluan; (v) material dan metode; (vi) hasil dan pembahasan (vii) kesimpulan; (viii) daftar pustaka.


A. Judul

Judul berfungsi memberikan informasi kepada pembaca mengenai isi naskah artikel ilmiah. Oleh karena itu judul harus dapat memberikan penjelasan pada saat berdiri sendiri. Sebagai pernyataan isi naskah, judul juga dapat digunakan sebagai indeks dalam publikasi ilmiah. Judul yang baik mudah diringkas menjadi judul yang pendek sebagai judul pelari (running head) yang biasa digunakan untuk tujuan editorial dan pencetakan. Ada dua macam judul, yaitu judul indikatif, dan judul informatif
Judul konvensional biasanya lebih bersifat indikatif—menyatakan subjek—daripada informatif—menyatakan kesimpulan. Mencoba menyusun judul in-formatif merupakan uji efektif apakah penelitian yang dilaporkan telah mengarah kepada kesimpulan yang tepat. Judul informatif mungkin akhirnya direvisi menjadi judul indikatif, karena banyak jurnal yang tidak meng-gunakan judul informatif.

Beberapa kriteria berikut dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun judul.
  1. Judul harus menyatakan secara jelas isi naskah;
  2. Judul harus sama persis dengan topik utama karya ilmiah yang ditulis;
  3. Menggunakan kata-kata atau istilah Indonesia yang dikenal, dan mudah dipa-hami oleh pembaca;
  4. Judul hendaknya pendek atau ringkas, panjang judul maksimum 15 patah kata;
  5. Hindari penggunaan kata-kata seperti: tinjauan tentang . . . .; studi tentang ....; kajian tentang . . . .; dan yang sejenisnya. Kata-kata tersebut meskipun sifatnya umum, tetapi dianggap mubadzir dan hanya akan memperpanjang judul;
  6. Hindari penggunaan anak judul (subtitle);
  7. Hindari penggunaan kata kerja, karena judul bukan suatu kalimat atau headline;
  8. Hindari penggunaan singkatan-singkatan yang tidak lazim;
  9. Hindari penggunaan angka atau simbol-simbol yang kopleks; judul secara teknis hendak-nya informatif, tidak misterius;
  10. Judul dapat memuat nama ilmiah organisme yang belum dikenal secara luas.

Cara efektif untuk menyusun judul ialah memulai dengan kata-kata kunci (key words) yang menunjukkan aspek utama isi karya ilmiah, kemudian dirangkaikan dengan kata-kata lain yang tepat. Jika mungkin, letakkan kata yang paling penting pada awal judul. Cara ini memiliki dua keuntungan. Pertama, adanya jaminan bahwa pelayanan pemayaran (scanning service) dapat menggolongkan artikel yang ditulis ke dalam klasifikasi yang benar; kedua, penulis akan mem-peroleh judul yang paling deskripitif.


B. Baris Kepemilikan (By-line)


Baris kepemilikan banyak digunakan dalam penulisan artikel untuk jurnal ilmiah, atau makalah untuk forum akademik. Baris kepemilikan terdiri dari dua bagian, yaitu nama (nama-nama) author dan afiliasi institusional.
Penulis (author) adalah seseorang yang membuat pertanggungjawaban secara intelektual mengenai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah lainnya dalam bentuk laporan formal. Oleh karena itu yang dicantumkan sebagai author hanyalah nama orang yang benar-benar ber-partisipasi secara material dalam perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil, pembahasan, dan penulisan laporan. Author senior yang secara historis ditulis pada urutan pertama, hendaknya orang yang telah memberikan sumbangan paling besar dalam memecahkan masalah, bukan orang yang lebih banyak bekerja menulis naskah. Dalam karya ilmiah, sebutan jabatan akademik / fungsional atau gelar kesarjanaan biasanya tidak dicantumkan.
Banyak ilmuwan beranggapan, bahwa menyantumkan nama orang yang tidak benar-benar terlibat dalam penulisan karya ilmiah adalah tidak etis. Penyantuman nama atasan sebagai supervisor atau nama kepala lembaga tempat di mana penulis bekerja adalah tidak perlu.
Nama institusi atau departemen ditulis beserta alamat pos, termasuk kode posnya atau alamat e-mail. Jika author tidak lama tinggal pada institusi di mana penelitian dilakukan, hendaknya dicantumkan alamat terakhir, untuk keperluan korespondensi atau permohonan cetak ulang. Nama institusi dapat ditulis pada catatan kaki, setelah sebelumnya memberikan super skrip tanda bintang di bela-kang nama.


C. Abstrak (Intisari)


Abstrak—abstrak informatif—bukan merupakan bagian integral suatu karya ilmi-ah / artikel ilmiah, melainkan merupakan tambahan yang berisi ikhtisar informasi kunci yang terdapat di dalam naskah, yang dimaksudkan untuk menyampaikan isi karya ilmiah secara singkat.
Abstrak mengikhtisarkan argumen mayor dan memberikan data pokok serta kesimpulan yang oleh penulis (author) dianggap sangat diperlukan oleh pem baca. Abstrak informatif yang baik sukar ditulis; secara ekstrem, yang satu kekurangan informasi, yang lain terlalu rinci. Memilih materi untuk abstrak harus mengingat bahwa abstrak harus mampu berdiri sendiri. Pada kenyataannya bagi pembaca yang sibuk, abstrak dianggap sebagai pengganti seluruh isi naskah karya ilmiah. Oleh karena itu harus cukup mengandung informasi untuk memenuhi mak sud tersebut. Abstrak karya ilmiah hasil penelitian memuat iformasi singkat mengenai hal-hal berikut.

  1. Ikhtisar masalah utama;
  2. Tujuan kegiatan ilmiah (penelitian);
  3. Material—subjek, bahan, dan alat yang digunakan termasuk maksud penggunaannya—metode, teknik observasi dan interpretasi data, serta aplikasi baru dari teknik dan peralatan standar;
  4. Hasil, makna hasil—termasuk tingkat beda nyata statistik—dan
  5. Kesimpulan.

Abstrak biasanya ditulis dengan cara yang berbeda dengan penulisan naskah, baik tipe huruf, dan / atau ukuran huruf yang digunakan, spasi, format, dan bahasa. Panjang abstrak antara 75 dan 250 kata.

Perlu diingat bahwa abstrak adalah ringkas, akurat, mudah dipahami, dan informatif. Di dalam abstrak tidak terdapat:

  1. tambahan, koreksi, atau informasi-informasi yang tidak terdapat di dalam naskah;
  2. tabel dan grafik;
  3. deskripsi secara rinci mengenai: eksperimen, organisme, metode standar, tek-nik, dan peralatan;
  4. penunjukan literatur (sitasi).

Di bawah abstrak dicantumkan kata-kata kunci (key-words) yang terdiri atas 3—6 kata, yang umumnya dipakai untuk memayar isi artikel dengan komputer dalam sistem pencarian infor-masi secatra cepat.


D. Pendahuluan


Pendahuluan (introduction) merupakan tempat yang sebaik-baiknya bagi penulis untuk membeberkan rencana keseluruhan karya ilmiah / artikel ilmiahnya kepada pembaca. Melalui pendahuluan, pembaca dituntun secara perlahan-lahan tetapi tepat ke arah pemikiran yang logis, mengenai penulisan karya ilmiah yang dilakukan oleh penulis. Pendahuluan memuat informasi-informasi sebagai berikut.


1. Identifikasi Subjek

Subjek / topik yang menjadi kajian utama hendaknya dinyatakan dengan menarik dan jelas serta selekas mungkin di dalam pendahuluan, diutamakan pada kalimat pertama.


2. Latar Belakang Teoritis dan Historis

Dalam kaitannya dengan teori, bagian ini menjelaskan pokok permasalahan secara teoritis, asal mulanya, mengikhtisarkan argumen yang relevan dengan data, dan menunjukkan bagaimana hubungan antara rancangan percobaan dan hipotesis terhadap pokok permasalahan yang akan dicari pemecahannya. Di samping itu dapat juga menjelaskan bagaimana hubungan rasional dan logika antara permasalahan dan maksud kegiatan ilmiah yang dilakukan, bagaimana implikasi teoritis kegiatan ilmiah yang dilakukan, dan bagaimana hubungannya dengan hasil penelitian terdahulu. Jika mungkin dengan sitasi pustaka yang tepat, pendek, dan ringkas, serta benar-benar relevan dengan tujuan penulisan karya / artikel ilmiah. Tunjukkan kontinuitas logis antara kegiatan ilmiah terdahulu dengan sekarang.
Latar belakang teoritis dan historis (theoretical and historical background) secara keseluruhan memberikan gambaran situasi yang mendorong penulis untuk melakukan kegiatan penulisan / penelitian.


3. Pernyataan Hipotesis


Bagi karya ilmiah / artikel ilmiah hasil penelitian, hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris; atau jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis di-anggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Hipotesis memberikan alasan pemikiran perlunya dilakukan kegiatan ilmiah / penelitian.


4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup memberi batasan permasalahan yang akan dicari pemecahannya, kedalaman studi, luasnya perlakuan, dan faktor-faktor yang harus dimasukkan, dan / atau ditinggalkan.
Pembatasan masalah biasanya dinyatakan dengan perumusan masalah. Rumusan masalah didefinisikan sebagai kalimat tanya yang menghubungkan dua variabel. Oleh karena itu, perumusan masalah hendaknya ditulis dalam bentuk kalimat tanya atau pertanyaan, padat dan jelas. Semakin banyak pertanyaannya, semakin luas lingkup kajiannya. Rumusan masalah harus dapat memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data atau informasi untuk menjawab pertanyaan tersebut secara empiris.
Ada juga yang berpendapat, bahwa rumusan permasalahan tidak harus ditulis dalam bentuk kalimat pertanyaan (interogatif), tetapi dapat juga ditulis dalam bentuk kalimat pernyataan (deklaratif). Hanya saja, jika rumusan permasalahan ditulis dalam bentuk pertanyaan, akan lebih mudah pemecahannya, sebab jawaban pertanyaan itulah pemecahannya.


5. Tujuan yang Akan Dicapai

Tujuan penulisan menerangkan secara singkat dan spesifik mengenai tujuan yang akan dicapai oleh penulis / peneliti melalui kegiatan yang dilakukan. Tujuan hendaknya realistis dan mudah dicapai. Tujuan disesuaikan dengan perumusan permasalahan.



6. Metode yang Digunakan

Bagian ini memberikan penjelasan singkat mengenai metode yang digunakan, dan jika dianggap perlu hendaknya dikemukakan alasan pemilihan metode tersebut.

Perlu diingat bahwa pendahuluan tidak dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca tentang pentingnya kegiatan ilmiah / penelitian yang dilakukan oleh penulis / peneliti. Jika pembaca mengetahui bidang yang bersangkutan, pentingnya kegiatan ilmiah / penelitian tersebut akan mudah dimengerti.


E. Material dan Metode


Dalam eksperimen, material dan metode, termasuk rancangan eksperimennya hendaknya diuraikan secara rinci. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pembaca atau ilmuwan lain mengadakan evaluasi atau duplikasi.


1. Material

Material meliputi: subjek—tumbuhan, hewan, atau manusia—bahan, dan alat.

a. Subjek


Subjek dapat berupa tumbuhan, hewan, dan manusia. Jika digunakan tumbuhan, sebutkan nama ilmiahnya, jumlah, karakteristiknya, dan bagaimana cara memperoleh atau seleksinya. Jika digunakan hewan, genus, spesies, jumlah strain, asal, dan ciri karakteristiknya—jenis kelamin, umur, berat badan, dan kondisi fisiologisnya—harus dirinci. Hindari detail yang tidak penting.

b. Bahan


Bahan dapat berupa obat-obatan, bahan kimia, ekstrak jaringan, enzim, hormon, dan sebagainya. Jika digunakan bahan yang sangat spesifik, uraikan dengan jelas merk dagangnya, pabrik pembuatnya, cara penggunaannya, penyalurannya, dan jalur administrasinya.

c. Alat yang Digunakan


Peralatan yang digunakan juga harus dideskripsikan secara rinci mengenai nama, tingkat ketelitian, jika perlu merk dagang, pabrik pembuatnya, dan spesifikasinya. Bagi alat-alat yang kompleks, apabila memungkinkan dapat disertakan gambar, diagram, atau fotonya.


2. Metode

Untuk memudahkan deskripsi, metode dapat dibagi menjadi subseksi: rancangan percobaan (experimental design), prosedur, metode observasi, dan interpretasi.

a. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan atau desain eksperimental adalah semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan percobaan. Rancangan percobaan meliputi: desain yang digunakan, ciri-ciri yang akan dianalisis, faktor-faktor yang mempengaruhi, variabel yang akan diukur, bagaimana perlakuannya, berapa kali replikasinya, bagaimana denah atau lay-out percobaannya, analisis dan model sta-tistik yang digunakan.

b. Prosedur

Prosedur menjelaskan kepada pembaca tahap demi tahap jalannya penelitian dari awal sampai akhir. Penjelasan harus lengkap; tetapi perlu diingat bahwa laporan ditujukan kepada pembaca yang ekspert. Jika prosedur dan peralatan yang digunakan sesuai dengan ketentuan, tidak diperlukan deskripsi secara rinci.

c. Observasi dan Interpretasi Data

Bagian ini menerangkan bagaimana mengobservasi material selama penelitian, dan bagaimana menginterpretasi hasilnya. Jika menggunakan metode yang sudah banyak dikenal tanpa mo-difikasi, sebutkan nama metodenya saja, dan kutip pustaka yang memuatnya. Tetapi, jika dilakukan modifikasi dari metode yang terdahulu, harus dijelaskan bagaimana modifikasinya. Demikian juga harus dijelaskan jika menggunakan metode statistik yang tidak lazim.


F. Hasil dan Pembahasan


Dalam jurnal ilmiah, penggabungan antara hasil penelitian dan pembahasan adalah lazim, mengingat jumlah halaman yang tersedia bagi penulis terbatas.
Karena hasil penelitian akan menjawab pertanyaan peneliti, maka hasil menjadi bagian penting dari artikel ilmiah. Hasil dimulai dengan pandangan umum mengenai apa yang dikaji secara singkat. Kalimat pertama atau kedua dari deskripsi hasil hendaknya seperti teras berita (lead) pada surat kabar—ringkas, jelas hanya berisi pokok peristiwa, fakta paling penting, paling menarik—di mana titik utama hasil cepat dikemukakan. Kemudian diikuti paragraf berikutnya secara rinci, dalam rangkaian yang secara logis mendukung (atau data yang menentang) hipotesis, atau menjawab pertanyaan yang dinyatakan dalam pendahuluan.
Jika memungkinkan dapat ditampilkan tabel, grafik, gambar, dan foto. Data dan ilustrasi yang dimasukkan harus tepat dengan subjek karya ilmiah / laporan penelitian. Data numerik yang disajikan dalam tabel tidak memerlukan penjelasan dalam teks, kecuali nilai rata-rata kelompok data mungkin perlu dinyatakan kembali dalam teks, untuk memberikan penekanan bukti di mana kesimpulan di dasarkan.
Penarikan kesimpulan dari data numerik hendaknya didukung dengan pernyataan singkat kriteria statistik yang digunakan untuk analisis dan evaluasi. Dalam menulis hasil tidak setiap hal harus dimasukkan, kecuali jika dalam kajian digunakan subjek tunggal.
Pada waktu menganalisis hasil, formula statistik tidak dimasukkan, kecuali jika uji statistik yang digunakan adalah model baru, unik, atau dalam beberapa hal tidak bersifat standar, dan tidak lazim digunakan.
Hasil yang diketahui cacat karena kesalahan, seringkali dibuang. Akan tetapi jika ada keraguan mengenai sumber kesalahan, hasil hendaknya tetap digunakan dengan menye-butkan—tanpa permintaan maaf—adanya kesalahan. Lagipula di sini detail harus adekuat, karena pembaca mengharap akan memperoleh informasi teknis yang tepat.
Setiap hasil yang diperoleh, setelah dianalisis langsung dibahas, tidak perlu dipisahkan hasil sendiri, dan pembahasan sendiri. Pembahasan adalah bagian karya ilmiah yang merupakan mata rantai yang menghubungkan data hasil penelitian sebagai fakta, dengan kesimpulan yang ditarik oleh penulis atau peneliti. Dalam pembahasan pembaca dituntun melalui suatu penalaran yang logis dan akseptabel untuk sampai kepada kesimpulan yang sehat.
Perlu diingat oleh penulis, jangan sampai dalam pembahasan ini penulis mengemukakan penalarannya dengan kata-kata yang bernada menyombongkan diri, atau dengan kata-kata yang oleh pembaca dapat dirasakan sebagai sesuatu yang memandang rendah kemampuan pembaca; misalnya uraian yang panjang lebar atau diulang-ulang mengenai hal yang sangat sederhana dan jelas mudah dipahami. Lagipula harus diingat, bahwa belum tentu pembaca sepaham dengan penulis, dan menerima semua konsepsi yang penulis ajukan. Oleh karena itu dalam menyajikan bagian ini perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya kritik, tentangan atau tantangan. Melalui argumentasi yang tidak diduga oleh penulis, mungkin dari data hasil penelitian itu dapat ditunjukkan dan dibuktikan hal-hal yang berlawanan dengan yang dibuk-tikan oleh penulis.
Komponen utama yang perlu dikemukakan dalam pembahasan antara lain sebagai berikut.

  1. Interpretasi—pendapat atau pandangan teoritis—dan evaluasi peneliti terhadap hasil penelitian;
  2. Penjelasan apakah hipotesis yang dikemukakan dalam pendahuluan telah dapat dibuk-tikan;
  3. Penjelasan apakah berdasarkan hasil penelitian permasalahan telah terjawab atau telah dapat terpecahkan;
  4. Penjelasan apakah tujuan penelitian telah dapat dicapai;
  5. Apakah hasil penelitian telah menjawab pertanyaan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian;
  6. Penjelasan mengenai hubungan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti dengan hasil penelitian terdahulu, termasuk pembahasan penemuan terdahulu oleh peneliti lain, apakah sesuai atau tidak sesuai;
  7. Alasan yang kuat apabila terdapat ketidaksesuaian atau perbedaan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti, dengan hasil penelitian terdahulu.

Jika terdapat keraguan mengenai hasil, hasil yang cacat, hasil yang tidak mendukung hipotesis, harus dijelaskan mengapa, apa sebabnya; apakah metode penelitiannya yang cacat, apakah dapat diperbaiki, dan sebagainya, sehingga pembaca benar-benar memperoleh informasi yang lengkap, dan tepat atau akurat.


G. Kesimpulan (Konklusi)


Kesimpulan (konklusi) adalah pernyataan pendapat yang dibuat berdasarkan fakta hasil penelitian, dan / atau premisum melalui penarikan kesimpulan (inference).
Inference adalah cara menyatakan mengenai sesuatu yang belum diketahui, berdasarkan sesuatu yang diketahui; atau, inference adalah proses berpikir yang bergerak dari observasi, melalui beberapa pengetahuan dan keyakinan sampai ke konklusi.

Ada beberapa tipe penarikan kesimpulan (inference) berdasarkan fakta yaitu: generalisasi (induksi), spesialisasi (deduksi), hubungan kausal-efek, dan generalisasi kausal-efek.
Penarikan kesimpulan yang didasarkan atas premisum juga ada beberapa tipe yaitu: argumen, silogisme, dan analogi. Premisum atau premis adalah: sesuatu yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan; kalimat atau proposisi yang dija-dikan dasar penarikan kesimpulan.


H. Daftar Pustaka (Referensi)


Daftar pustaka (referensi) adalah daftar alfabetis yang memuat pustaka-pustaka yang mengan-dung materi yang relevan dengan materi karya ilmiah / artikel ilmiah yang ditulis, dan benar-benar dikutip dalam teks.
Setiap jurnal memiliki format yang baku dalam penulisan daftar pustaka. Oleh karena itu, penulisan daftar pustaka sebaiknya dilakukan setelah mempelajari dengan seksama ketentuan dari jurnal yang bersangkutan, yang dicantumkan pada “petunjuk bagi penulis”.
Namun, secara umum informasi yang perlu dimasukkan ke dalam daftar pustaka, untuk buku adalah: nama (nama-nama) author; judul buku; fakta publikasi yang meliputi: nomor edisi, nomor jilid; kota penerbit, nama penerbit, dan tahun penerbitan.
Sementara untuk jurnal, informasi yang perlu dimasukkan adalah: nama (nama-nama) author, judul artikel; fakta publikasi yang meliputi: nama periodikal / jurnal; nomor volume; nomor seri terbitan; nomor halaman dari awal sampai akhir, dan tahun publikasi.
Penulisan nama author dapat menggunakan sistem Harvard, atau sistem Vancouver, sedangkan gaya penulisan dapat mengacu pada gaya CMS, CBE, CSE, atau APA, bergantung sistem mana yang diminta oleh jurnal.

Daftar alfabetis yang memuat pustaka-pustaka yang digunakan dalam Penulisan Artikel untuk Jurnal Ilmiah ini, sengaja diberi kepala (heading) “Bibliografi”, dan gaya penulisannya meng-gunakan gaya CMS.
Bibliografi, adalah daftar alfabetis yang memuat pustaka-pustaka yang mengandung materi yang relevan dengan materi karya ilmiah yang ditulis, baik yang dipublikasikan, maupun tidak dipublikasikan, dan dianggap berguna untuk menambah wawasan pembaca.
Pustaka-pustaka yang terdapat dalam bibliografi adalah pustaka-pustaka yang benar-benar dipelajari pada saat merencanakan kegiatan ilmiah, atau penulisan karya ilmiah, tetapi tidak seluruhnya dikutip dalam teks. Demikian juga tidak semua pustaka yang mengandung materi yang sesuai dengan materi karya ilmiah dimasukkan ke dalam bibliografi.



III. BIBLIOGRAFI


Lindsay, D. 1987. A guide to scientific writing. International Development Program of Australian Universities & Colleges.


Purnomo, H. 2009. Metode penulisan karya ilmiah. http://www.harso-purnomo. blogspot.com


Rivai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


Sabtu, 12 Desember 2009

PETUNJUK
PENYUSUNAN USULAN DAN LAPORAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Harsoyo Purnomo

BAGIAN I
PENELITIAN TINDAKAN KELAS


I. KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian tindakan kelas (classroom action research) dapat didefinisikan sebagai suatu kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, mem-perdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran dilakukan.
PTK dilakukan dengan proses pengajian berdaur (cyclical) yang terdiri atas empat tahap: Perencanaan--Pelaksanaan--Pengamatan--Refleksi.

B. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Beberapa pakar memiliki pendapat yang berbeda terhadap karakteristik penelitian tindakan kelas. Berikut adalah perpaduan dari beberapa pendapat para pakar tersebut.
  1. PTK didasarkan atas masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran;
  2. PTK memusatkan perhatian pada permasalahan yang spesifik–kontekstual sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sampel.
  3. PTK dilakukan secara kolaboratif melalui kerja sama dengan pihak lain.
  4. Pada PTK peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.
  5. PTK bertujuan memecahkan masalah dan / atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
  6. PTK dilaksanakan dalam rangkaian langkah-langkah yang terdiri dari beberapa siklus.
  7. Subjek / objek yang diteliti adalah tindakan yang dilakukan, meliputi keefektifan metode, teknik, atau proses pembelajaran, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
  8. Tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik.

C. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Hopkins (1993) ada enam prinsip penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai berikut.

  1. PTK yang dilakukan oleh guru hendaknya tidak mengganggu tugas utama guru dalam melaksanakan proses belajarmengajar.
  2. Metode pengumpulan data tidak menyita waktu guru sehingga berpeluang meng-ganggu proses pembelajaran.
  3. Metode yang digunakan harus cukup reliabel sehingga memungkinkan guru mengidenti-fikasi dan merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dirumuskannya.
  4. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru me-
    miliki komitmen terhadap pemecahannya.
  5. Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh perha
    tian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.
  6. Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

D. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas memiliki tujuan sebagai berikut.

  1. PTK dilaksanakan untuk perbaikan dan / atau peningkatan praktik pembelajaran se- cara berkesinambungan yang pada dasarnya melekat pada penunaian misi profesional kepen-didikan yang diemban oleh guru.
  2. Perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses bela-jar-mengajar.
  3. Pengembangan keterampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggu-langi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di kelasnya dan / atau di sekolahnya sendiri.


E. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas memiliki manfaat sebagai berikut.

  1. Peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas.
  2. Peningkatan sikap profesional guru dan dosen.
  3. Perbaikan dan / atau peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa.
  4. Perbaikan dan / atau peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.
    Perbaikan dan / atau peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar.
  5. Perbaikan dan / atau peningkatan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa.
  6. Perbaikan dan / atau peningkatan masalah-masalah pendidikan anak di sekolah.
    Perbaikan dan / atau peningkatan kualitas penerapan kurikulum.


F. Bidang Kajian

Bidang kajian penelitian tindakan kelas antara lain meliputi:

  1. masalah belajar siswa di sekolah;
  2. strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran di kelas;
  3. alat bantu, media, dan sumber belajar;
  4. sistem evaluasi proses dan hasil belajar;
  5. pengembangan kepribadian peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya;
  6. masalah kurikulum.


II. PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Penelitian tindakan kelas merupakan proses pengajian melalui sistem berdaur atau si-klus dari berbagai kegiatan pembelajaran. Ada lima tahapan dalam pelaksanaan PTK. Kelima tahapan dalam pelaksanaan PTK tersebut adalah: penetapan fokus masalah pe-nelitian; perencanaan tindakan perbaikan; pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi; analisis dan refleksi; perencanaan tindak lanjut.


A. Penetapan Fokus Penelitian

Fokus penelitian ditetapkan berdasarkan permasalahan yang timbul dan benar-benar di-rasakan dan dihayati oleh guru, dalam praktik pembelajaran yang dilakukannya. Permasalahan dapat bersumber dari siswa, guru, kurikulum, metode pembelajaran, bahan ajar, sumber belajar, media belajar, instrumen tes, atau prestasi belajar siswa, dan sebagainya.


1. Identifikasi Masalah

Masalah akan timbul jika ada gap atau kesenjangan antara das sollen dan das sein, antara apa yang seharusnya ada dan apa yang ada dalam kenyataan, antara harapan dan kenyataan, dan yang sejenisnya. Kesenjangan dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, dan sebagainya.
Masalah yang muncul perlu diidentifikasi, apa saja masalahnya—tulis semua masalah yang ada—kemudian masalah-masalah tersebut dipilah masalah-masalah mana yang masuk ke dalam lingkup penelitian, dan masalah-masalah mana yang tidak masuk ke dalam lingkup penelitian. Dari masalah-masalah yang masuk ke dalam lingkup penelitian, masih perlu dibatasi lagi, apa saja masalahnya. Pembatasan fokus perhatian seperti itu, disebut permasalahan penelitian, untuk membedakan dengan istilah masalah yang selalu muncul dan dihadapi setiap hari.
Untuk dapat mengidentifikasi permasalahan, diperlukan pengetahuan mengenai cabang ilmu tertentu. Hampir tidak mungkin seseorang yang tidak memiliki pengetahuan dapat menemukan permasalahan untuk penelitian.



2. Pemilihan Masalah

Masalah-masalah yang telah teridentifikasi, belum tentu layak untuk diteliti. Oleh karena itu perlu dipilih masalah mana yang sesuai, menarik, penting, dianggap perlu, atau layak untuk diteliti. Untuk memilih permasalahan yang akan diteliti, perlu pertimbangan dari aspek permasalahannya, dan dari aspek calon penelitinya.


a. Pertimbangan dari Aspek Permasalahan

Dari aspek permasalahan, pertimbangan yang diperlukan adalah manfaat hasil penelitian antara lain bagi:

  • peningkatan kualitas proses pembelajaran;
  • peningkatan profesionalisme guru;
  • peningkatan kompetensi guru dalam mengatasi masalah pembelajaran dan pendidik-an di dalam dan luar kelas.
  • peningkatan prestasi belajar siswa;
  • perbaikan dan / atau peningkatan kualitas instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa;
  • perbaikan dan / atau peningkatan kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar;

Apabila berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas hasil penelitian me-mang bermanfaat, kegiatan penelitian dapat dilanjutkan. Namun, apabila hasil penelitian dinilai tidak bermanfaat, sebaiknya tidak dilakukan, sebab akan mubadzir, hanya mem-buang biaya, tenaga, dan waktu.


b. Pertimbangan dari Aspek Peneliti

Meskipun suatu permasalahan dianggap layak untuk diteliti berdasarkan aspek manfaat, namun masih bergantung pada pertimbangan dari aspek peneliti, apakah permasalahan tersebut dapat di-manage atau tidak oleh calon peneliti. Oleh karena itu perlu diperhatikan:

  • biaya dan tenaga yang tersedia;
  • waktu yang diperlukan atau yang dapat digunakan;
  • material (bahan dan alat) yang tersedia;
  • penguasaan metode yang diperlukan;
  • kemampuan intelektual peneliti.

Jadi, calon peneliti perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah permasalahan yang akan diteliti sesuai, ditinjau dari aspek permasalahannya, maupun dari aspek peneliti. Apabila tidak sesuai, sebaiknya dipilih permasalahan lain yang sesuai, atau permasalahan ter-sebut dimodifikasi agar sesuai.


3. Perumusan Masalah

Permasalahan yang telah diidentifikasi, dan dipilih, selanjutnya perlu dirumuskan. Perumusan masalah ini sangat penting, sebab dengan perumusan masalah, permasalahan penelitian akan menjadi jelas dan terbatas, sehingga dapat dijadikan penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya.
Dalam perumusan masalah tidak terdapat aturan khusus, namun ada yang mendefinisikan bahwa rumusan masalah (masalah penelitian) adalah kalimat tanya yang menghubungkan dua variabel. Oleh karena itu: masalah hendaknya dirumuskan dalam kalimat tanya; rumusan masalah hendaknya padat dan jelas; rumusan masalah harus dapat memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data dan informasi, untuk menjawab pertanyaan tersebut secara empiris.
Dengan demikian, rumusan masalah dapat merupakan pembatasan (pelingkupan) pe-nelitian. Semakin banyak pertanyaannya, semakin banyak pula material, biaya, tenaga, dan waktu serta jumlah halaman laporan yang diperlukan. Demikian pula sebaliknya.
Ada juga yang berpendapat, bahwa rumusan masalah tidak harus disusun dalam kalimat pertanyaan (interogatif), tetapi dalam kalimat pernyataan (deklaratif). Namun, rumusan masalah yang disusun dalam kalimat tanya, akan lebih memudahkan peme-cahannya, sebab jawaban pertanyaan itulah pemecahannya.


B. Perencanaan Tindakian

Perencanaan tindakan diformulasikan dalam bentuk hiporesis tindakan. Bentuk umum hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesis penelitian formal—eksperimen—yang me-nyatakan prakiraan terbaik tentang hubungan yang ada di antara variabel-variabel, atau penyelesaian tentatif suatu permasalahan. Hipotesis tindakan menyatakan adanya keyakinan atau kepercayaan bahwa tindakan yang akan dilakukan merupakan solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti.
Hipotesis tindakan dapat disusun berdasarkan: kajian teoritik di bidang pembelajaran; kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang diteliti; diskusi dengan teman sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan sebagainya; refleksi pengalaman sendiri sebagai guru.
Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empirik.
Sebelum melaksanakan tindakan, tim PTK perlu melakukan berbagai persiapan yang antara lain meliputi:

  1. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
  2. menyiapkan fasilitas dan sarana pembelajaran, seperti media, dan sumber pembela-jaran;
  3. menyiapkan cara perekaman dan analisis data hasil penelitian;
  4. melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan.

C. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi-Interpretasi

Kegiatan pelaksanaan tindakan dibarengi dengan kegiatan observasi dan interpretasi serta diikuti oleh refleksi. Observasi didefinisikan sebagai pengamatan langsung menggunakan alat indera, atau alat bantu untuk penginderaan suatu subjek / objek. Alat bantu di sini dapat berupa alat-alat perekam, dan / atau lembar observasi, serta alat penilaian kemampuan guru (APKG).


D. Analisis dan Refleksi

Analisis data adalah suatu proses pengorganisasian data—menata dalam bentuk urutan berdasar kategori atau satuan uraian dasar dan menyajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik, dan lain-lain, yang mudah dipahami—penafsiran, dan pengujian hipotesis untuk membuat kesimpulan.
Data yang bersifat kualitatif—hasil pengamatan atau observasi—dianalisis seca-ra kualitatif, misalnya dengan model Miles and Huberman (1984) yang meliputi reduksi data, penyajian data, konklusi dan verifikasi.
Melakukana refleksi berarti merenungkan secara intens apa yang telah terjadi, dan apa yang tidak terjadi, mengapa segala sesuatu terjadi dan / atau tidak terjadi, serta menjajagi alternatif-alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan apa yang dikehendaki.
Secara teknis refleksi dilakukan dengan cara menganalisis dan sintesis, di sam-ping induksi dan deduksi. Suatu proses analitik terjadi apabila objek kajian diuraikan menjadi bagian-bagian, serta dicermati unsur-unsurnya. Sementara proses sintetik ter-jadi apabila berbagai unsur objek kajian yang telah diurai tersebut dapat ditemukan kesamaan esensinya secara konseptual sehingga dapat ditampilkan sebagai suatu ke-satuan.
Apabila dicermati, dalam proses refleksi tersebut dapat ditemukan komponen-komponen berikut.

ANALISIS---PEMAKNAAN---PENJELASAN---KESIMPULAN---TINDAK LANJUT







BAGIAN II
USULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS


I. LATAR BELAKANG MASALAH


Berisi deskripsi situasi yang mendorong peneliti melakukan penelitian. Apa pokok masalahnya, bagaimana masalah timbul, dan mengapa permasalahan tersebut dipilih. Tunjukkan fakta-fakta pendukung sebagai justifikasi bahwa permasalahan tersebut belum pernah terpecahkan sebelumnya, baik dari pengamatan guru maupun dari kajian pustaka tentang hasil penelitian terdahulu.



II. PERMASALAHAN


Masalah hendaknya diangkat dari permasalahan nyata sehari-hari yang terjadi di kelas atau di sekolah, yang dianggap merisaukan atau menimbulkan ketidakpuasan bagi guru. Permasalahan diawali dengan identifikasi masalah, kemudian pemilihan masalah, dan diakhiri dengan perumusan masalah.



III. CARA PEMECAHAN MASALAH


Kemukakakan cara yang diajukan untuk memecahkan permasalahan, alternatif peme-cahan masalah hendaknya memiliki landasan konseptual yang mantap, bertolak dari analisis masalah.



IV. TUJUAN PENELITIAN


Tujuan penelitian harus konsisten dengan permasalahan yang akan dicari pemecahan- nya, atau disesuaikan dengan rumusan permasalahannya. Tujuan hendaknya realistis menjawab pertanyaan, dan mudah dicapai.



V. MANFAAT PENELITIAN


Manfaat penelitian diuraikan secara spesifik, yaitu manfaat bagi siswa—perbaikan dan / atau peningkatan kinerja belajar dan kompetensi siswa—bagi guru pelaksana PTK dan bagi guru-guru yang lain—peningkatan kompetensi dalam mengatasi masalah pem-belajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas, peningkatan sikap profesional guru —bagi sekolah, dan bagi dosen-dosen LPTK yang terlibat di dalamnya, dan pihak-pihak lain yang terkait.



VI. TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN


A. Telaah Pustaka

Telaah pustaka digunakan untuk memperoleh teori-teori atau metodologi yang dapat di-
gunakan untuk menjelaskan variabel yang akan diteliti, dan memnentukan alternatif tindakan yang akan diimplementasikan. Teori-teori yang digunakan adalah teori-teori yang benar-benar telah teruji kebenarannya secara empiris. Dalam hal ini juga diper-lukan dukungan dari hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan kegiatan penelitian yang sedang dilakukan.


B. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan menyatakan bahwa tindakan yang diambil atau yang akan dilakukan merupakan solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti.



VII. RENCANA PENELITIAN


A. Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian

Bagian ini mendeskripsikan di mana penelitian dilakukan, di kelas berapa, dan bagai-mana karakteristik kelas tersebut—komposisi laki-perempuan, latar belakang sosial ekonomi, kemampuan siswa, dan sebagainya—yang relevan.


B. Variabel yang Diteliti

Variabel yang diteliti dapat berupa: variabel input, variabel proses, dan variabel output.


C. Rencana Tindakan

Siklus I

1. Perencanaan

  • Menyusun skenario pembelajaran dengan netode yang dipilih
  • Membuat lembar observasi
  • Membuat media / alat bantu mengajar
  • Menyusun instrumen evaluasi dan uji instrumen

2. Pelaksanaan Tindakan

3. Observasi dan Interpretasi

4. Analisis dan Refleksi



Siklus II .....


D. Data

1. Sumber Data

2. Jenis Data

  • Rencana pelaksanaan pembelajaran
  • Observasi pelaksanaan pembelajaran
  • Hasil belajar siswa
  • Jurnal


E. Pengambilan Data

  1. Memberikan tes kepada Siswa
  2. Penggunaan lembar observasi untuk data situasi pembelajaran
  3. Penggunaan jurnal guru untuk data refleksi
  4. Penggunaan RPP dan lembar observasi (untuk keterkaitan perencanaan dan pelaksanaan


F. Indikator Kinerja

Mendeskripsikan indikator keberhasilan penelitian, atau menetapkan kriteria keberha- silan penelitian.



VIII. JADWAL PENELITIAN


Jadwal penelitian disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.



IX. DAFTAR PUSTAKA


Daftar pustaka memuat pustaka-pustaka yang relevan yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan usulan penelitian tindakan kelas. Penyusunan daftar pustaka dapat menggunakan salah satu dari model (gaya) yaitu: gaya CMS (The Chicago Manual of Style), gaya CSE (Council of Science Editors), atau gaya APA (American Psycho-logical Association).











BAGIAN III
LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS



I. HALAMAN SAMPUL



Halaman sampul depan memuat: judul laporan, maksud penulisan laporan, lambang / logo institusi atau sekolah, nama (nama-nama) peneliti, nama institusi, nama kota dan tahun penyelesaian laporan.



II. HALAMAN PENGESAHAN



Halaman pengesahan memuat: judul penelitian, nama (nama-nama) dan identitas peneliti, tanda tangan pimpinan dan cap lembaga terkait.



III. ABSTRAK


Abstrak (abstrak informatif) atau intisari terdiri atas 75—250 kata, yang memuat informasi: ikhtisar pokok masalah, dan alasan dilakukannya penelitian; tujuan pene-litian; metode penelitian; hasil, dan makna hasil; kesimpulan. Abstrak ditulis dengan jarak satu spasi vertikal.



IV. KATA PENGANTAR


Kata pengantar memuat informasi mengenai hal-hal yang medahului pelaksanaan penelitian yang dilakukan, bukan informasi mengenai penelitian itu sendiri. Dapat juga berisi penjelasan peneliti mengapa penelitian itu dilakukan, gagasan yang melatarbelakangi penelitian, dan harapan peneliti mengenai manfaat atau kegunaan hasil penelitiannya.
Kata pengantar biasanya juga memuat ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan mulai dari persiapan penelitian, sampai selesainya penulisan laporan. Apabila diperlukan ucapan terima kasih, maka terima kasih hanya disampaikan kepada pihak-pihak yang benar-benar membantu secara intelektual, dan ditulis secara urut mulai dari yang paling besar bantuannya.



V. DAFTAR ISI


Daftar isi adalah kerangka garis besar laporan beserta nomor halamannya. Materi yang dimasukkan ke dalam daftar isi adalah kepala (heading) yang tepat yang memperlihatkan seluruh isi laporan, dapat juga dilengkapi dengan kepala level ke-2, dan kepala level ke-3.
Halaman dari elemen pendahuluan (preliminary elemen) mulai dari halaman judul sampai daftar ilustrasi, diberi nomor dengan angka romawi kecil (i, ii, iii, iv, dan seterusnya). Halaman judul dan halaman persetujuan tidak dimasukkan ke dalam daftar
isi; daftar isi dimulai dari abstrak.
Halaman elemen utama dan elemen akhir, dari pendahuluan sampai dengan lampiran diberi nomor dengan angka arab (arabic numeral).



VI. DAFTAR TABEL


Jika di dalam laporan terdapat banyak tabel, maka setelah daftar isi, disediakan halaman khusus yang memuat judul tabel beserta nomor halamannya. Tetapi jika hanya terdapat satu atau dua tabel, maka daftar tabel tidak diperlukan.



VII. DAFTAR ILUSTRASI


Ilustrasi meliputi: foto; gambar / gambar garis; grafik; diagram—diagram lingkaran, diagram kotak, diagram alir, diagram batang, atau diagram balok—bagan; peta; dan denah.
Seperti halnya daftar tabel, jika hanya terdapat satu atau dua ilustrasi maka tidak diperlukan daftar ilustrasi. Mengenai berapa jumlah minimal tabel atau ilustrasi yang perlu diuatkan daftar, bergantung pada pertimbangan atau “rasa” dari penulis.



VIII. PENDAHULUAN


Pendahuluan (introduction) merupakan tempat yang sebaik-baiknya bagi penulis / peneliti untuk membeberkan rencana keseluruhan karya ilmiah penelitiannya kepada pembaca. Melalui pendahuluan, pembaca dituntun secara perlahan-lahan tetapi tepat ke arah pemikiran yang logis, mengenai penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Bagian-bagian penting yang terdapat di dalam pendahuluan adalah: deskripsi atau penjelasan terhadap subjek penelitian; latar belakang—masalah—teoritis, dan his-toris; ruang lingkup yang dinyatakan dalam rumusan permasalahan; tujuan penelitian; manfaat penelitian; pernyataan hipotesis tindakan (jika ada); definisi operasional varia-bel; deskripsi singkat metode yang digunakan.
Dalam penulisan pendahuluan, bagian-bagian pendahuluan tidak harus dipisahkan dalam subkepala (subheading), tetapi cukup dipisahkan dalam alinea-alinea atau paragraf.



IX. TELAAH PUSTAKA


Telaah pustaka atau tinjauan pustaka diperlukan untuk mengetahui apakah permasalahan yang akan diteliti pernah diteliti sebelumnya, untuk mencari data hasil penelitian ter-dahulu yang relevan, mencari teori-teori, konsep-konsep, dan metode mutakhir.
Teori-teori yang diperlukan adalah teori yang benar-benar relevan yang dapat memberikan arah pelaksanaan penelitian, yang dapat digunakan untuk menjelaskan variabel yang akan diteliti, sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara (hipo-tesis), dan penyusunan instrumen penelitian. Teori-teori yang diperlukan adalah teori-teori yang benar-benar telah teruji secara empiris.
Teori juga diperlukan untuk membangun kerangka berpikir, yaitu model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir akan mejelaskan secara teoritis per-tautan antar variabel yang akan diteliti. Pertautan antar variabel tersebut selanjutnya dirumuskan ke dalam paradigma penelitian. Paradigma penelitian adalah pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk menyusun hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis yang akan digunakan.



X. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian mendeskripsikan: lokasi, waktu, mata pelajaran, karakteristik siswa di sekolah sebagai subjek penelitian,. Kejelasan setiap siklus: perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Tindakan yang dilakukan bersifat rasional, layak, dan kolaboratif.



XI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menyajikan data lengkap—data utama—setiap siklus, mengenai hasil pengamatan dan pengukuran, serta hasil refleksi. Perlu ditambahkan hal yang medasar, yaitu perubahan pada diri siswa, guru, lingkungan, motivasi dan keaktifan belajar, situ-asi kelas, dan hasil / prestasi belajar.
Data yang bersifat kualitatif—hasil pengamatan atau observasi—dianalisis secara kualitatif, misalnya dengan model Miles and Huberman (1984) yang meliputi reduksi data, penyajian data, konklusi dan verifikasi. Di samping model Miles and Huberman, dapat juga digunakan model Spradley (1980) yang meliputi langkah-langkah: analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis tema kultural.
Sementara data yang bersifat kuantitatif—hasil tes—dapat dianalisis secara kuantitatif dengan model statistik yang cocok.
Data dapat disajikan dalam bentuk foto; gambar / gambar garis; grafik; diagram—diagram lingkaran, diagram kotak, diagram alir, diagram batang, atau diagram balok—bagan; peta; denah; dan sebagainya, bergantung mana yang paling cocok, dan paling tepat.
Data dan informasi hasil penelitian yang dianalisis, terus dibahas. Antara hasil dan pembahasan. tidak perlu dipisahkan dengan subkepala (subheading). Dalam pembahasan pembaca dituntun melalui suatu penalaran yang logis dan akseptabel, untuk sampai pada kesimpulan.
Informasi utama yang perlu dikemukakan dalam pembahasan antara lain adalah:
interpretasi—pendapat atau pandangan teoritis—dan evaluasi peneliti terhadap hasil penelitian; penjelasan apakah hipotesis yang dikemukakan dalam pendahuluan telah dapat dibuktikan; penjelasan apakah berdasarkan hasil penelitian permasalahan telah terjawab atau telah dapat terpecahkan; penjelasan apakah tujuan penelitian telah dapat dicapai; apakah hasil penelitian telah menjawab pertanyaan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian; penjelasan mengenai hubungan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti dengan hasil penelitian terdahulu, termasuk pembahasan penemuan terdahulu oleh peneliti lain, apakah sesuai atau tidak sesuai; alasan yang kuat apabila terdapat ketidaksesuaian atau perbedaan antara hasil penelitian atau penemuan peneliti, dengan hasil penelitian terdahulu.
Jika terdapat keraguan mengenai hasil, hasil yang cacat, hasil yang tidak men-dukung hipotesis, harus dijelaskan mengapa, apa sebabnya; apakah metode pene-litiannya yang cacat, apakah dapat diperbaiki, dan sebagainya, sehingga pembaca benar-benar memperoleh informasi yang lengkap, dan tepat atau akurat.



XII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan (konklusi) adalah pernyataan pendapat yang dibuat berdasarkan fakta hasil penelitian dan / atau premisum (premise) melalui penarikan kesimpulan (inference). Pe-narikan kesimpulan (inference) adalah cara menyatakan sesuatu yang belum diketahui atau tidak diketahui, atas dasar apa yang telah diketahui; atau proses berpikir yang bergerak dari observasi, melalui pengetahuan dan keyakinan sampai ke kesimpulan.
Ada beberapa tipe inference yaitu: generalisasi (induksi), spesialisasi (deduksi), hubungan kausal-efek, generalisasi kausal-efek, argumen, silogisme, dan analogi.


B. Saran

Saran atau rekomendasi adalah advis penulis / peneliti mengenai apa yang perlu atau harus dikerjakan, yang didasarkan atas data yang disajikan dalam laporan penelitian.



XIII. DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka memuat pustaka-pustaka yang relevan yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan laporan penelitian tindakan kelas. Semua pustaka yang dikutip dalam teks harus dimasukkan ke dalam daftar pustaka, atau sebaliknya semua pustaka yang terdapat dalam daftar pustaka harus terdapat di dalam teks atau naskah skripsi sebagai sumber kutipan. Gaya penulisan daftar pustaka dapat menggunakan gaya: CMS, CSE, atau APA.



XIV. LAMPIRAN



Penggunaan informasi tambahan dalam bentuk lampiran dimaksudkan untuk menam- bah kejelasan tubuh laporan penelitiaan. Lampiran menyajikan informasi-informasi yang dianggap terlalu panjang / luas atau terlalu sulit jika dimasukkan ke dalam tubuh laporan. Dengan demikian, informasi-informasi yang penting dan relevan dengan bagian-bagian dalam laporan, tetapi tidak dapat dimasukkan ke dalam teks, dapat dima-sukkan ke dalam lampiran.


BIBLIOGRAFI


Depdiknas Ditjen Dikti. 2005. Pedoman penyusunan usulan dan laporan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikti Direktorat Pembinaan Penddidikan Tenaga Kependdidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.


Fraenkel, J.R., and N.E. Wallen. 1993. How to design and evaluate research in education. 2nd ed.New York: mcGraw-Hill Inc.


Hopkins, D. 1993. A teacher’s guide to classroom research. 2nd ed. Buckingham: Open University Press.


McMillan, J.H., and S. Schumacher.2001. Research in education. 5th ed. New York: Addison Wesley Longman, Inc.


Purnomo, H. 2009a. Metode penulisan karya ilmiah. http://www.harso-purnomo/. blogspot.com.


------ 2009b. Metodologi penelitian. Semarang: IKIP PGRI Semarang.


Sarwono, J.T. 2006. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.


Sugiyono. 2009a. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandubg: CV Alfabeta.


------ 2009b. Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: CV Alfabeta


Sukmadinata, N.S. 2008. Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian tindakan kelas (classroom action research). Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah.













Minggu, 06 Desember 2009

JIN DAN MALAIKAT SEBAGAI SUBJEK PSEUDO SAINS
DITINJAU DARI SUDUT ONTOLOGI EPISTEMOLOGI
DAN AKSIOLOGI

Harsoyo Purnono


PENDAHULUAN

Jin secara harfiah berarti sesuatu yang berkonotasi tersembunyi atau tidak terlihat. Dalam Islam dan mitologi Arab pra-Islam, jin adalah salah satu ras mahluk yang tidak terlihat dan diciptakan dari api.
Sementara kata malaikat merupakan bentuk jamak dari kata Arab malak yang berarti kekuatan. Jadi, malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh pada ketentuan dan perintah Allah. Malaikat diciptakan oleh Allah dari cahaya (nur). Oleh karena kedua makhluk tersebut tidak terlihat maka jin dan malaikat termasuk makhluk-makhluk gaib, yang keduanya termasuk subjek-subjek pseudo ilmiah (pseudo sains).
Keberadaan kedua makhluk tersebut telah dikaji secara ilmiah (pseudo ilmiah / pseudo sains) antara lain oleh Chris Line (1989) dengan tulisannya yang berjudul The Jinn from a Scientific (?) Viewpoint, yang dimuat dalam Flying Sau-cer Review Vol 34 No. 4 Desember 1989.
Ikhtisar kajian Line (1989) tersebut akan penulis telaah dari aspek filsafat (ontologi, epistemologi, dan aksiologi) secara Islami (pseudo sains Islam?) de-ngan berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).
Namun, ini bukan berarti ingin mencocokkan atau merekayasa mencari ayat-ayat mana yang sesuai dengan fakta ilmiah. Al-Qur’an bukan ensiklopedia, bukan buku teks, dan bukan serangkaian hipotesis yang harus diuji kebemarannya, melainkan pedoman atau petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.
Dogmatik memang tidak dapat dicampur adukkan dengan saintifik; sebab sains tidak abadi, dapat berubah. Sehingga ketika terjadi ketidakcocokan antara sains dan agama, kita masih dapat mengikuti sains sambil tetap berpegang teguh pada agama.


JIN DAN MALAIKAT SEBAGAI SUBJEK PSEUDO SAINS

Berikut adalah ikhtisar artikel Line (1989) yang berjudul The Jinn from a Scien-tific (?) Viewpoint.
Jin adalah makhluk yang tinggal di tingkat paralel yg sama dgn manusia, namun karena mereka berada di tingkat getar yang berbeda, maka mereka tidak terlihat atau terdeteksi oleh manusia. Meskipun tidak terlihat, maka ketika terjadi peristiwa UFO dan peristiwa psikis, sering terjadi perubahan energi yang dapat kita ukur dan energi tersebut adalah spektrum elektro-magnetik.
Jin dideskripsikan sebagai "tubuh dari nyala api utama", atau "nyala api yang tak berasap" atau “api tak berasap”, yang kemudian disebut infra merah (spectrum elektro-magnetik) Sementara malaikat dideskripsikan sebagai tubuh dari cahaya (nur), yang kemudian dinyatakan sebagai energi tak terlihat yaitu spektrum ultraviolet.
UFO mulai muncul dalam jumlah besar sekitar tahun 1947, ketika manusia mulai menggunakan radar. Atau dengan kata lain UFO mulai muncul sejak manusia mulai mengisi bumi dengan radiasi gelombang mikro. Jika tubuh jin berasal dari infra merah, maka dapat dipastikan mereka akan terganggu. Sebab radiasi gelom-bang mikro (microwave) terletak tepat di bawah infra merah, di atas gelombang radio.
Jin muncul karena salah satu dari tiga faktor: (i) mereka dapat mengontrol hal-hal yang dianggap sebagai kenyataan sehari-hari; (ii) mereka dapat mengontrol terhadap aspek tertentu dari jiwa manusia, dan dapat membuat pengalaman yang subyektif; (iii) mereka dapat membuat ilusi.
Penyebab tingkah laku cerdas jin, karena mereka memiliki minimal dua level fung si, yaitu (i) tubuh dari energi elektro-magnetik; dan (ii) jiwa yang halus dari bebe-rapa energi, yang disebut "etheric" atau “langit” , atau mungkin dengan “bintang", (dalam Western Occult Tradition).
Beberapa contoh di bidabg penelitian psikikal
Dalam tipikal khas pengalaman hantu, perubahan suhu sering terasa, sekitar atau sebelum, penampilan sesuatu yang berbau hantu. Panas (suhu) berhubungan lang-sung dengan jumlah infra-merah.
Matthew Manning ahli psikis Inggris, menjelaskan dalam bukunya "The Link", ke tika ia sedang tidur di asrama sekolah, kegiatan "poltergeist / arwah yang ramai" akan terjadi. Kemudian pada satu kesempatan lingkaran merah besar muncul di dinding, dan menjadi sangat panas. Ini ternyata adalah salah satu cara untuk menarik perhatian, yang digunakan oleh arwah seorang gadis yang telah me-ninggal lima puluh tahun sebelumnya, dalam keadaan tragis. Kesimpulan yang jelas adalah bahwa lingkaran merah yang menjadi panas adalah konsentrasi infra-merah.


ONTOLOGI JIN DAN MALAIKAT

Menurut Line (1989) tubuh jin tersusun dari spektrum elektro-magnetik infra-merah, sedangkan tubuh malaikat tersusun dari spektrum elektro-magnetik ultra violet. Kedua spektrum tersebut invisible, tidak tampak. Jadi, jin dan malaikat digolonkan pada makhluk gaib. Kedua sifat tersebut tidak / belum dapat dibukti-kan kebenarannya secara sains, sehingga disebut pseudo sains. Oleh karena itu, anggapan / pendapat bahwa tubuh jin berasal dari infra-merah, dan tubuh malaikat dari ultra violet tidak harus diyakini (diimani), tetapi cukup diketahui.
Menurut ajaran Islam, jin dan malaikat benar adanya. Ini adalah sebuah dogma yang harus diyakini kebenarannya, tanpa harus dibuktikan secara ilmiah. Percaya terhadap yang gaib merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa, seperti Firman Allah pada QS Al Baqarah: 2—3 “Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka”. Sementara meyakini adanya malaikat merupakan salah satu dari enam rukun iman dalam ajaran Islam.


EPISTEMOLOGI JIN DAN MALAIKAT

Pengetahuan tentang jin dan malaikat dapat diperoleh melalui pendekatan sain-tifik, dan dogmatik.

A. Pendekatan Saintifik (Pseudo Sains)

Dalam sains (pseudo sains) sekurang-kurangnya ada enam pendekatan dalam memperoleh pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang jin dan malaikat. Pen-dekatan tersebut adalah: tenacity, intuisi, otoritas, rasionalisme, empirisme, dan metode ilmiah.
Di antara ke-enam pendekatan tersebut, metode ilmiah dianggap paling ba-ik dalam memperoleh pengetahuan. Pengetahuan tentang jin dan malaikat seperti yang dimuat dalam artikel Line (1989) tertera di atas, tentunya diperoleh melalui pendekatan metode ilmiah, misalnya melalui observasi, simulasi komputer, bah-kan mungkin melalui eksperimen.
Pendekatan lain yang erat kaitannya adalah tenacity, dan intuisi. Tenacity adalah pendekatan untuk memperoleh pengetahuan, dengan percaya kepada tak-hayul, yaitu sesuatu yang ada dalam khayalan belaka, atau kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap ada, tetapi sesungguhnya tidak ada. Pengetahuan atau ke-percayaan seperti: jika ada kucing hitam atau ular yang melintas jalan yang se-dang dilewati seseorang merupakan pertanda sial, adalah tenacity.
Intuisi merupakan pendekatan untuk memeperoleh pengetahuan dengan tanpa memikir, atau mempelajari; atau pengetahuan yang tidak didasarkan pada penalaran, atau penarikan kesimpulan.
Orang yang mengetahui tentang perkara yang gaib, seperti yang dikatakan orang jawa ”wong pinter, ngerti sak durunge winarah”, mengaku tahu tentang hal-hal yang akan terjadi, dapat berbicara dengan roh halus, yaitu dari kebanyakan paranormal, para dukun, dan peramal, memperoleh pengetahuan dengan tanpa menggunakan nalar tanpa berdasarkan kesimpulan, tetapi dengan ”nglakoni”. Paranormal, para dukun, dan peramal biasa melakukan ”tapa brata”, atau berse-medi, ”pasa mutih”, ”pasa ngrowot”, dan sebagainya.


B. Pendekatan Dogmatik

Jin (al-jinnu) berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna sararahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi,
jin itu disebut dengan “jin” karena keadaannya yang tersembunyi (gaib).
Jin diciptakan oleh Allah dari api. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (i) Dan kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas (QS Al-Hijr: 27); (ii) Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api (QS Ar-Rahman:15).
Bagaimana wujud api itu, Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci, dan Allah pun tidak mewajibkan kepada kita untuk menelitinya secara detail.
Malaikat diciptakan dari cahaya (nur). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian (HR. Muslim dari ’Ais-yah radhiallahu 'anha).
Malaikat digambarkan memiliki sayap. Allah berfirman: Segala puji bagi Allah, pencipta langit dan bumi yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat (pasang); Allah menambahkan dalam ciptaan-Nya segala yang Ia kehendaki; sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segalanya (QS Fāthir:1).

Bagaimana sikap kita terhadap yang gaib?
Kita wajib percaya terhadap yang gaib. Tetapi, kita tidak boleh percaya kepada orang (paranormal, para dukun, dan peramal) yang mengakau tahu tentang perkara yang gaib.
Ada beberapa riwayat dalam Hadits, sebagai berikut.
Diriwayatkan dari ’Aisyah radhiallahu 'anha, dia berkata: Beberapa orang berta-nya kepada Rasulullah SAW. Tentang juru ramal, maka Rasulullah SAW bersab-da “para juru ramal (kahin, jamak kuhhan) itu tidak ada apa-apanya / tidak menger ti apa-apa”. Orang-orang bertanya: “Ya Rasulullah, mereka itu kadang-kadang memberitahukan sesuatu kemudian terbukti benar?” Rasulullah SAW bersabda: Itu adalah ucapan yang benar (dari langit) yang diperoleh jin, lalu ia bisikkan ke telinga manusia bagai kokok ayam, kemudian mereka campurkan dengan lebih dari seratus kedustaan (HR Bukhari, Muslim).
Diriwayatkan dari Shafiyyah (putri Abu ‘Ubaid) dari salah seorang isteri Nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa mendatangi juru ramal kemudian ber-tanya tentang sesuatu (yang akan terjadi), maka shalatnya tidak diterima sekama 40 malam (HR Muslim).
Barang siapa mendatangi dukun dan ia mempercayainya apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir (ingkar) dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW (HR Abu Daud).
Hadits di atas berhubungan dengan Firman Allah sebagai berikut.
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui per-kara yang gaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan di-bangkitkan (QS An Naml: 65).
(Dia adalah Tuhan) Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memper-lihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu; Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya (QS Al Jin: 26—27).

AKSIOLOGI JIN DAN MALAIKAT

Pseudo sains tentang jin dan malaikat bermanfaat untuk menambah pengetahuan. Sementara mengetahui lebih banyak tentang jin dan malaikat (hal-hal yang gaib) terutama melalui ajaran Islam, akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan se-seorang.
Dengan memahami sifat-sifat jin, kita dapat menghindar dari bisikan jin durhaka (setan) dengan meningkatkan ibadah, dan memohon perlindungan kepada Allah. Sementara memahai sifat-sifat malaikat kita dapat meneladani kepatuhan-nya kepada Allah, mengetahui tempat-tempat yang tidak disukai malaikat, dan meningkatkan keimanan.


KESIMPULAN

Dari kajian pseudo sains jin dan malaikat di atas, dapat ditarik kesimpulan se- bagai berikut.
Jin dan malaikat itu benar adanya; mereka tidak dapat dilihat, keberadaan mereka tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Pseudo sains tentang jin dan ma-laikat cukup diketahui, tidak harus diyakini. Mengenal sifat-sifat jin dapat meng-hindari hal-hal yang menyesatkan, sedangkan mengenal sifat-sifat malaikat dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan.


REFERENSI

Assalamah. 2001. Al Qur’an dan terjemahannya (transliterasi Arab-Latin) model kanan kiri. Semarang: Tohaputra.

Az-Zabidi, I. 2002. Ringkasan hadis shahih Bukhari. Trans. Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani.

Line, C. 1989. The Jinn from a scientific (?) viewpoint. Flying Saucer Review. 34 (4): 1—18.

Mundziri, I.A. 2003. Ringkasan shahih Muslim. Trans. Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani.